Jakarta, - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengatakan batas bawah usia
anak bisa dijatuhkan pidana adalah 12 tahun, namun tidak mutlak harus
penjara sebagai hukumannya.
"Kalau sudah berusia 12 tahun, pilihannya bisa juga diminta oleh hakim itu berdasarkan UU. Tidak harus dipidana (penjara) maksud saya, tetapi umur 12 tahun itu jadi batas pemidanaan, sudah boleh dijatuhkan pidana," kata Akil, di Jakarta, Selasa.
Sebab, kata Akil, ada bentuk hukuman lain, seperti di bawah kontrol pemerintah, bisa juga memberdayakan Badan Pemasyarakatan (Bapas) untuk anak.
"Prinsip pemidanaan (penjara) itu kan bukan balas dendam, tapi prinsip pembinaan dan pemulihan," tegasnya. Akil menilai banyak orang sekarang ini salah persepsi bahwa anak yang salah harus dipenjara.
Dia mengkhawatirkan penjara justru akan merusak masa depan anak tersebut.
Akil mengatakan putusan MK terhadap judicial review terhadap Undang Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah mengubah batas bawah usia anak bisa dikenakan pidana dari semula delapan tahun menjadi 12 tahun.
Mahkamah menilai perlu menetapkan batas umur bagi anak untuk melindungi hak konstitusional anak terutama hak terhadap perlindungan dan hak untuk tumbuh dan berkembang.
Penetapan usia maksimal 12 tahun sebagai ambang batas usia pertanggungjawaban hukum bagi anak telah diterima dalam praktik di berbagai negara. Anak umur 12 tahun secara relatif juga sudah mempertimbangkan bahwa anak secara relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil sehingga menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin pasal 28B ayat 2 UUD 1945.
"Kalau di bawah itu dia menjadi anak Negara atau dibina oleh negara. Itu lah bentuk hukumannya. Bisa juga dikembalikan ke orangtua di bawah pengawasan Negara," jelasnya.
Akil mengingatkan bahwa komentar ini jangan dikaitkan dengan kasus yang menimpa Ahmad Abdul Qodir Jaelani (13) alias Dul, putra bungsu dari pernikahan musisi Ahmad Dhani dengan Maia Estianty.
"Biar lah polisi punya pertimbangan sendiri. Nantinya hakim juga punya pertimbangan sendiri," katanya.
"Kalau sudah berusia 12 tahun, pilihannya bisa juga diminta oleh hakim itu berdasarkan UU. Tidak harus dipidana (penjara) maksud saya, tetapi umur 12 tahun itu jadi batas pemidanaan, sudah boleh dijatuhkan pidana," kata Akil, di Jakarta, Selasa.
Sebab, kata Akil, ada bentuk hukuman lain, seperti di bawah kontrol pemerintah, bisa juga memberdayakan Badan Pemasyarakatan (Bapas) untuk anak.
"Prinsip pemidanaan (penjara) itu kan bukan balas dendam, tapi prinsip pembinaan dan pemulihan," tegasnya. Akil menilai banyak orang sekarang ini salah persepsi bahwa anak yang salah harus dipenjara.
Dia mengkhawatirkan penjara justru akan merusak masa depan anak tersebut.
Akil mengatakan putusan MK terhadap judicial review terhadap Undang Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah mengubah batas bawah usia anak bisa dikenakan pidana dari semula delapan tahun menjadi 12 tahun.
Mahkamah menilai perlu menetapkan batas umur bagi anak untuk melindungi hak konstitusional anak terutama hak terhadap perlindungan dan hak untuk tumbuh dan berkembang.
Penetapan usia maksimal 12 tahun sebagai ambang batas usia pertanggungjawaban hukum bagi anak telah diterima dalam praktik di berbagai negara. Anak umur 12 tahun secara relatif juga sudah mempertimbangkan bahwa anak secara relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil sehingga menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin pasal 28B ayat 2 UUD 1945.
"Kalau di bawah itu dia menjadi anak Negara atau dibina oleh negara. Itu lah bentuk hukumannya. Bisa juga dikembalikan ke orangtua di bawah pengawasan Negara," jelasnya.
Akil mengingatkan bahwa komentar ini jangan dikaitkan dengan kasus yang menimpa Ahmad Abdul Qodir Jaelani (13) alias Dul, putra bungsu dari pernikahan musisi Ahmad Dhani dengan Maia Estianty.
"Biar lah polisi punya pertimbangan sendiri. Nantinya hakim juga punya pertimbangan sendiri," katanya.